Sabtu, 10 Mei 2014

Teori Belajar Albert Bandura


Biografi Albert Bandura

Albert Bandura dilahirkan di Mundare Northern Alberta Kanada, pada 04 Disember 1925. Masa kecil dan remajanya dihabiskan di desa kecil dan juga mendapat pendidikan di sana. Semasa di University of British Columbia, beliau menaiki bas awal kerana terpaksa berebut dengan pelajar jurusan lain memandangkan kelas pengenalan psikologii adalah satu-satunya kelas yang paling awal diadakan di universiti tersebut.
Kemudian, beliau melanjutkn pelajaran ke Universiti Iowa dan di sini beliau banyak dipengaruhi oleh Kenneth Spence, seorang pakar psikologi pembelajaran yang terkenal pada ketika itu.
Pada tahun 1949, beliau mendapat pendidikan di Universiti British Columbia dalam jurusan psikologi4. Dia memperoleh gelaran Master didalam bidang psikologii pada tahun 1951 dan setahun kemudian ia juga meraih gelaran doktor (Ph.D). Bandura menyelesaikan program kedoktorannya dalam bidang psikologii klinik pada tahun 1952. Setahun setelah lulus, ia bekerja di Standford University. Beliau banyak terpengaruh dengan pendekatan teori pembelajaran untuk meneliti tingkah laku manusia dan tertarik pada nilai eksperimen.
Beliau kemudiannya mengahwini Virginia Varns, seorang guru di kolej kejururawatan dan seterusnya pindah di Iowa Kansas selepas menamatkan pengajiannya. Selain itu, dalam tahun 1952, selepas mendapat gelaran ph.D, Albert Bandura telah menamatkan praktikum di Wichita Guidance Centre dan seterusnya dilantik sebagai tenaga pengajar di Universiti Stanford. Pada tahun 1964, Albert Bandura telah dilantik sebagai profesor dan Seterusnya menerima anugerah American Psychological Association untuk Distinguished Scientific Contribution, pada tahun 1980 .
Pada tahun berikutnya, Bandura bertemu dengan Robert Sears dan belajar tentang pengaruh keluarga dengan tingkah laku sosial dan proses identifikasi. Sejak itu Bandura sudah mula meneliti tentang agresi pembelajaran sosial dan mengambil Richard Walters, muridnya yang pertama mendapat gelaran doktor sebagai pekerja di makmalnya. Bagi pendapat Bandura, walaupun prinsip bela jar cukup untuk menjelaskan dan meramalkan perubahan tingkah laku, prinsip itu harus memperhatikan dua fenomena penting yang diabaikan atau ditolak oleh paradigma behaviorisme.
Albert Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran sosial (Sosial Learning Theory), salah satu konsep dalam aliran behaviorisme yang menekankan pada komponen kognitif dari pemikiran, pemahaman dan evaluasi. Albert Bandura menjabat sebagai ketua APA pada tahun 1974 dan pernah dianugerahi penghargaan Distinguished Scientist Award pada tahun 1972.
Semasa bertugas sebagai tenaga pengajar, Beliau sangat disayangi oleh pelajar-pelajarnya kerana sikap beliau yang ambil berat dan sanggup memberi bantuan maklumat yang mereka perlukan.



Kosep Teori Kognitif Sosial

Teori kognitif sosial (social cognitive theory) yang dikemukakan oleh Albert Bandura menyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif serta faktor perilaku memainkan peran penting dalam pembelajaran. Faktor kognitif berupa ekspektasi/ penerimaan siswa untuk meraih keberhasilan, faktor sosial mencakup pengamatan siswa terhadap perilaku orang tuanya. Albert Bandura merupakan salah satu perancang teori kognitif sosial.
Menurut Bandura ketika siswa belajar mereka dapat merepresentasikan atau mentrasformasi pengalaman mereka secara kognitif. Bandura mengembangkan model deterministik resipkoral yang terdiri dari tiga faktor utama yaitu perilaku, kognitif dan lingkungan. Faktor ini bisa saling berinteraksi dalam proses pembelajaran. Faktor lingkungan mempengaruhi perilaku, perilaku mempengaruhi lingkungan, faktor person/kognitif mempengaruhi perilaku. Faktor person (kognitif) Bandura tak punya kecenderungan kognitif terutama pembawaan personalitas dan temperamen. Faktor kognitif mencakup ekspektasi, keyakinan, strategi pemikiran dan kecerdasan.
v  manusia dapat berfikir dan mengatur tingkah lakunya sendiri.
v  banyak aspek fungsi kepribadian melibatkan interaksi dengan orang lain.
v  Manusia mengatur kehidupannya dipengarui dengan faktor internal dan eksternal
v  Manusia menemukan dirinya dalam situasi yang ambigu secara moral.

Percobaan Bobo Doll

Eksperimen Bobo Doll adalah salah satu penelitian dari Bandura yang menunjukkan anak – anak meniru seperti perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya. Bandura mendeskripsikan respon agresi dari hasil percobaan model yang ada setelah dilakukan beberapa eksperiman yang berbeda. Bandura juga mendefinisikan model juga bisa terbentuk dari segala aspek yang menyampaikan informasi baik melalui koran, televisi, dan film layar lebar. Dalam tampilan yang dimuat dari berbagai model yang di jadikan referensi, tidak semua model dapat menyebabkan munculnya proses kognitif yang salah yang menimbulkan prilaku agresifitas.
Maka dari itu Bandura berupaya membuktikan lewat eksperimenya dalam jurnal Immitation of Film Mediated Aggressive Models, bahwa pengaruh agresi pada anak dengan model film yang dimediasi apakah benar akan menimbulkan prilaku agresifitas ataukah malah menimbulkan banyak hal-hal baik lainya bagi anak-anak yang mengimitasi prilaku agresif di lingkungan orang dewasa disekitarnya.

Modelling

Modelling melibatkan penambahan atau pengurangan tingkah laku yang teramati, menggeneralisir berbagai pengamatan sekaligus, dan melibatkan proses kognitif.
Proses Modelling

Ø  Proses 1: Perhatian
Pengamatan secara selektif dari banyaknya pengaruh si model
Ø  Proses 2: Representasi
Presentasi simbolis disimpan dalam memori
Ø  Proses 3: Reproduksi
Menghasilkan sebuah perilaku
Ø  Proses 4: Motivasi
Subjek dapat termotivasikan untuk melakukan perilaku yang dimodelkan

Ciri – ciri teori Modelling Bandura
1.      Unsur pembelajaran utama ialah pemerhatian dan peniruan
2.      Tingkah laku model boleh dipelajari melalui bahasa, teladan, nilai dan lain – lain
3.      Pelajar meniru suatu kemampuan dari kecakapan yang didemonstrasikan guru sebagai model.
4.      Pelajar memperoleh kemampuan jika memperoleh kepuasan dan penguatan yang positif.
5.      Proses pembelajaran meliputi perhatian, mengingat, peniruan, dengan tingkah laku atau timbal balik yang sesuai, diakhiri dengan penguatan yang positif

Obyek Modelling
1.      Model Hidup : orang-orang yang ada disekitarnya secara langsung baik itu dari keluarga , sekolah maupun masyarakat
2.      Model Simbolik : model yang ditiru dari bacaan, film maupun cerita dari orang lain

2.5 Deterministik
Pendekatan yang menjelaskan tingkah laku manusia dalam bentuk interaksi timbal balik yang terus menerus antara determinan kognitif, behavioral dan lingkungan.
Individu harus mampu memonitoring performansinya,walau tidak sempurna karena individu cenderung menilai beberapa aspek tingkah lakunya dan mengabaikan tingkah laku yang lainnya. Kedua, proses penilaian tingkah laku (judgement process) adalah melihat kesesuaian tingkah laku dengan standar pribadi, membandingkan tingkah laku dengan norma standar tingkah laku orang lain, menilai berdasarkan pentingnya suatu aktivitas dan memberi atribusi performansi. Standar pribadiberasal dari pengalaman-pengalaman mengamati model. Berdasarkan sumber model dan performansi yang mendapat penguatan, maka proses kognnitif menyusun ukuran-ukuran atau norma yang sifatnya sangat pribadi karena ukuran tersebut tidak selalu sinkron dengan kenyataan. Sebagian besar aktivitas harus dinilai dengan membandingkannya dengan ukuran eksternal, bisa berupa norma standar, perbandingan sosial, perbandingan dengan orang lain atau perbandingan kolektif. serta yang ketiga, yaitu respon diri (self response) dimana pada akhirnya berdasarkan pengamatan dan judgment,individu mengevaluasi diri sendiri dan menghadiahi atau menghukum dirinya sendiri.

Self Effication

·        Pengertian Self efficacy
Self efficacy merupakan salah satu kemampuan pengaturan diri individu.

·        Konsep Self efficacy
pertama kali dikemukakan oleh Bandura.  (Self efficacy) mengacu pada persepsi tentang kemampuan individu untuk mengorganisasi dan mengimplementasi tindakan untuk menampilkan kecakapan tertentu (Bandura, 1986,) Baron dan Byrne (2000) mengemukakan bahwa self efficacy merupakan penilaian individu terhadap kemampuan atau kompetensinya untuk melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, dan menghasilkan sesuatu. Di samping itu, Schultz (1994) mendefinisikan self efficacy sebagai perasaan kita terhadap kecukupan, efisiensi, dan kemampuan kita dalam mengatasi kehidupan. Berdasarkan persamaan pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa self efficacy merupakan keyakinan atau kepercayaan individu mengenai
kemampuan dirinya untuk untuk mengorganisasi, melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, menghasilkan sesuatu dan mengimplementasi tindakan untuk menampilkan kecakapan tertentu.

·        Dimensi  Self efficacy
Bandura (1997) mengemukakan bahwa Self efficacy individu dapat dilihat dari tiga dimensi, yaitu :

a.      Tingkat (level)
Self efficacy individu dalam mengerjakan suatu tugas berbeda dalam tingkat kesulitan tugas. Individu memiliki Self efficacy yang tinggi pada tugas yang mudah dan sederhana, atau juga pada tugas-tugas yang rumit dan membutuhkan kompetensi yang tinggi. Individu yang memiliki Self efficacy yang tinggi cenderung memilih tugas yang tingkat kesukarannya sesuai dengan kemampuannya.
b.      Keluasan (generality)
Dimensi ini berkaitan dengan penguasaan individu terhadap bidang atau tugas pekerjaan.Individu dapat menyatakan dirinya memiliki  Self efficacy pada aktivitas yang luas, atau terbatas pada fungsi domain tertentu saja. Individu dengan  self efficacy yang tinggi akan mampu menguasai beberapa bidang sekaligus untuk menyelesaikan suatu tugas. Individu yang memiliki Self efficacy yang rendah hanya menguasai sedikit bidang yang diperlukan dalam  menyelesaikan suatu tugas.
c.       Kekuatan (strength)
Dimensi yang ketiga ini lebih menekankan pada tingkat kekuatan atau kemantapan individu terhadap keyakinannya. Self efficacy menunjukkan bahwa tindakan yang dilakukan individu akan memberikan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan individu. Self efficacy menjadi dasar dirinya melakukan usaha yang keras, bahkan ketika menemui hambatan sekalipun. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa self-efficacy mencakup dimensi tingkat (level), keluasan (generality) dan kekuatan (strength).

3.      Sumber terbentuknya Self-efficacy

Bandura (1986) menjelaskan bahwa beberapa hal terbentuknya self-efficacy individu didasarkan pada empat hal, yaitu:

a.       Pengalaman akan kesuksesan
Pengalaman akan kesuksesan adalah sumber yang paling besar pengaruhnya terhadap self-efficacy individu karena didasarkan pada pengalaman otentik. Pengalaman akan kesuksesan menyebabkan self-efficacy individu meningkat, sementara kegagalan yang berulang mengakibatkan menurunnya self-efficacy, khususnya jika kegagalan terjadi ketika self-efficacy individu belum benar-benar terbentuk secara kuat. Kegagalan juga dapat menurunkan self-efficacy individu jika kegagalan tersebut tidak merefleksikan kurangnya usaha atau pengaruh dari keadaan luar.

b.      Pengalaman individu lain
Individu tidak bergantung pada pengalamannya sendiri tentang kegagalan dan kesuksesan sebagai sumber self-efficacynya. Self-efficacy juga dipengaruhi oleh pengalaman individu lain. Pengamatan individu akan keberhasilan individu lain dalam bidang tertentu akan meningkatkan self-efficacy individu tersebut pada bidang yang sama. Individu melakukan persuasi terhadap dirinya dengan mengatakan jika individu lain dapat melakukannya dengan sukses, maka individu tersebut juga memiliki kemampuan untuk melakukanya dengan baik. Pengamatan individu terhadap kegagalan yang dialami individu lain meskipun telah melakukan banyak usaha menurunkan penilaian individu terhadap kemampuannya sendiri dan mengurangi usaha individu untuk mencapai kesuksesan. Ada dua keadaan yang memungkinkan self-efficacy individu mudah dipengaruhi oleh pengalaman individu lain, yaitu kurangnya pemahaman individu tentang kemampuan orang lain dan kurangnya pemahaman individu akan kemampuannya sendiri.

c.       Persuasi verbal
Persuasi verbal dipergunakan untuk meyakinkan individu bahwa individu memiliki kemampuan yang memungkinkan individu untuk meraih apa yang diinginkan.

d.      Keadaan fisiologis
Penilaian individu akan kemampuannya dalam mengerjakan suatu tugas sebagian dipengaruhi oleh keadaan fisiologis. Gejolak emosi dan keadaan fisiologis yang dialami individu memberikan suatu isyarat terjadinya suatu hal yang tidak diinginkan sehingga situasi yang menekan cenderung dihindari. Informasi dari keadaan fisik seperti jantung berdebar, keringat dingin, dan gemetar menjadi isyarat bagi individu bahwa situasi yang dihadapinya berada di atas kemampuannya. Berdasarkan penjelasan di atas, self-efficacy bersumber pada pengalaman akan kesuksesan, pengalaman individu lain, persuasi verbal, dan keadaan fisiologis individu.

4.      Proses-proses Self-efficacy

Bandura (1997) menguraikan proses psikologis self-efficacy dalam mempengaruhi fungsi manusia. Proses tersebut dapat dijelaskan melalui cara-cara dibawah ini :

a.       Proses kognitif
Dalam melakukan tugas akademiknya, individu menetapkan tujuan dan sasaran perilaku sehingga individu dapat merumuskan tindakan yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut. Penetapan sasaran pribadi tersebut dipengaruhi oleh penilaian individu akan kemampuan kognitifnya.
Fungsi kognitif memungkinkan individu untuk memprediksi kejadian-kejadian sehari-hari yang akan berakibat pada masa depan. Asumsi yang timbul pada aspek kognitif ini adalah semakin efektif kemampuan individu dalam analisis dan dalam berlatih mengungkapkan ide-ide atau gagasan-gagasan pribadi, maka akan mendukung individu bertindak dengan tepat untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Individu akan meramalkan kejadian dan mengembangkan cara untuk mengontrol kejadian yang mempengaruhi hidupnya. Keahlian ini membutuhkan proses kognitif yang efektif dari berbagai macam informasi.

b.      Proses motivasi
Motivasi individu timbul melalui pemikiran optimis dari dalam dirinya untuk mewujudkan tujuan yang diharapkan. Individu berusaha memotivasi diri dengan menetapkan keyakinan pada tindakan yang akan dilakukan, merencanakan tindakan yang akan direalisasikan. Terdapat beberapa macam motivasi kognitif yang dibangun dari beberapa teori yaitu atribusi penyebab yang berasal dari teori atribusi dan pengharapan akan hasil yang terbentuk dari teori nilai-pengharapan.
Self-efficacy mempengaruhi atribusi penyebab, dimana individu yang memiliki self-efficacy akademik yang tinggi menilai kegagalannya dalam mengerjakan tugas akademik disebabkan oleh kurangnya usaha, sedangkan individu dengan self-Efficacy yang rendah menilai kegagalannya disebabkan oleh kurangnya kemampuan.
Teori nilai-pengharapan memandang bahwa motivasi diatur oleh pengharapan akan hasil (outcome expectation) dan nilai hasil (outcome value) tersebut.
Outcome expectation merupakan suatu perkiraan bahwa perilaku atau tindakan tertentu akan menyebabkan akibat yang khusus bagi individu. Hal tersebut mengandung keyakinan tentang sejauhmana perilaku tertentu akan menimbulkan konsekuensi tertentu.
Outcome value adalah nilai yang mempunyai arti dari konsekuensi-konsekuensi yang terjadi bila suatu perilaku dilakukan. Individu harus memiliki outcome value yang tinggi untuk mendukung outcome expectation.

c.       Proses afeksi
Afeksi terjadi secara alami dalam diri individu dan berperan dalam menentukan intensitas pengalaman emosional. Afeksi ditujukan dengan mengontrol kecemasan dan perasaan depresif yang menghalangi pola-pola pikir yang benar untuk mencapai tujuan. Proses afeksi berkaitan dengan kemampuan mengatasi emosi yang timbul pada diri sendiri untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Kepercayaan individu terhadap kemampuannya mempengaruhi tingkat stres dan depresi yang dialami ketika menghadapi tugas yang sulit atau bersifat mengancam. Individu yang yakin dirinya mampu mengontrol ancaman tidak akan membangkitkan pola pikir yang mengganggu. Individu yang tidak percaya akan kemampuannya yang dimiliki akan mengalami kecemasan karena tidak mampu mengelola ancaman tersebut.

d.      Proses seleksi
Proses seleksi berkaitan dengan kemampuan individu untuk menyeleksi tingkah laku dan lingkungan yang tepat, sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Ketidakmampuan individu dalam melakukan seleksi tingkah laku membuat individu tidak percaya diri, bingung, dan mudah menyerah ketika menghadapi masalah atau situasi sulit.
Self Efficacy dapat membentuk hidup individu melalui pemilihan tipe aktivitas dan lingkungan. Individu akan mampu melaksanakan aktivitas yang menantang dan memilih situasi yang diyakini mampu menangani. Individu akan memelihara kompetensi, minat, hubungan sosial atas pilihan yang ditentukan.
Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa proses Self efficacy meliputi proses kognitif, proses motivasi, proses afeksi, dan proses seleksi.



2.7 Regulasi Diri

Manusia mempunyai kemampuan berpikir, dengan kemampuan tersebut manusia memanipulasi lingkungan sehingga terjadi perubahan lingkungan akibat kegiatan manusia. Menurut Bandura, akan terjadi strategi reaktif dan proaktif dalam regulasi diri. Strategi reaktif dipakai untuk mencapai tujuan, namun ketika tujuan hampir tercapai, strategi proaktiflah yang menentukan tujuan baru yang lebih tinggi. Ada tiga proses yang dapat diapaki untuk melakukan pengaturan diri, yaitu memanipulasi faktor eksternal, memonitoring dan mengevaluasi tingkah laku internal. Tingkah laku manusia merupakan hasil pengaruh resiprokal faktor eksternal dan internal.

a. Faktor Eksternal dalam regulasi diri
Faktor eksternal mempengaruhi regulasi diri dalam dua cara, yaitu pertama, faktor eksternal memberi standar untuk mengevaluasi tingkah laku. Faktor lingkungan berinteraksi dengan pengaruh-pengaruh pribadi, membentuk standar evaluasi diri seseorang. Melalui orang tua dan guru, serta pengalaman berinteraksi dengan lingkungan yang lebih luas, anak belajar mengembangkan standar yang dapat dipakai untuk menilai diri. Kedua, faktor eksternal mempengaruhi regulasi diri dalam bentuk penguatan (reinforcement). Hadiah intrinsik tidak selalu memberi kepuasan, orang membutuhkan insentif yang berasal dari lingkungan eksternal. Standar tingkah laku dan penguatan biasanya bekerja sama, dimana ketika orang dapat mencapai standar tingkah laku tertentu maka butuh penguatan agar tingkah laku semacam itu menjadi pilihan untuk dilakukan kembali.  
b. Faktor Internal dalam regulasi diri
Bandura mengemukakan tiga bentuk pengaruh internal, yaitu pertama, observasi diri (self observation)dimana individu harus mampu memonitoring performansinya,walau tidak sempurna karena individu cenderung menilai beberapa aspek tingkah lakunya dan mengabaikan tingkah laku yang lainnya. Kedua, proses penilaian tingkah laku (judgement process) adalah melihat kesesuaian tingkah laku dengan standar pribadi, membandingkan tingkah laku dengan norma standar tingkah laku orang lain, menilai berdasarkan pentingnya suatu aktivitas dan memberi atribusi performansi. Standar pribadiberasal dari pengalaman-pengalaman mengamati model. Berdasarkan sumber model dan performansi yang mendapat penguatan, maka proses kognnitif menyusun ukuran-ukuran atau norma yang sifatnya sangat pribadi karena ukuran tersebut tidak selalu sinkron dengan kenyataan. Sebagian besar aktivitas harus dinilai dengan membandingkannya dengan ukuran eksternal, bisa berupa norma standar, perbandingan sosial, perbandingan dengan orang lain atau perbandingan kolektif. Serta yang ketiga, yaitu respon diri (self response)dimana pada akhirnya berdasarkan pengamatan dan judgment,individu mengevaluasi diri sendiri dan menghadiahi atau menghukum dirinya sendiri.

Dinamika Kepribadian

Menurut Bandura, motivasi adalah konstruk kognitif yang mempunyai dua sumber, gambaran hasil pada masa yang akan datang (yang dapat menimbulkan motivasi tingkah laku saat ini), dan harapan keberhasilan didasarkan pada pengalaman menetapkan dan mencapai tujuan-tujuan antara. Dengan kata lain, harapan mendapat reinforsemen pada masa yang akan datang memotivasi seseorang untuk bertingkah laku tertentu. Juga, dengan menetapkan tujuan atau tingkat performansi yang diinginkan, dan kemudian mengevaluasi performansi dirinya, orang temotivasi untuk bertindak pada tingkat tertentu. Anak yang lemah dalam matematik, tampak meningkat performansinya ketika mereka menetapkan dan berusaha mencapai serangkaian tujuan yang berurutan yang memungkinkan evaluasi diri segera daripada menetapkan tujuan yang jauh dan membutuhkan waktu lama mencapainya. Jadi, terus menerus mengamati,memikirkan, dan menilai tingkah laku diri, akan member intensif-diri sehingga bertahan dalam berusaha mencapai standar yang telah ditentukan.
Bandura setuju bahwa penguatan menjadi penyebab belajar. Namun orang juga dapat belajar dengan penguat yang diwakilkan (vicarious reinforcement), penguat yang ditunda(expectation reinforcement), atau bahkan tanpa penguat (beyond reinforcement):
  1. Penguatan Vikarius (vicarious reinforcement): mengamati orang lain yang mendapat penguatan, membuat orang ikut puas dan berusaha belajar gigih agar menjadi seperti orang itu.
  2. Penguatan yang ditunda (expectation reinforcement): orang terus menerus berbuat tanpa mendapat penguatan, karena yakin akan mendapat penguatan yang sangat memuaskan pada masa yang akan datang.
  3. Tanpa penguatan (beyond reinforcement): belajar tanpa ada reinforsemen sama sekali, mirip dengan konsep otonomi fungsional dari Allport.
Ekspektasi penguatan dapat dikembangkan dengan mengenali dampak dari tingkah laku;pengamatan terhadap praktek mengganjar dan menghukum tingkah laku orang lain yang ada di lingkungan sosial, dan mengganjar dan menghukum tingkah laku orang lain yang ada dilingkungan sosial, dan mengganjar dan menghukum tingkah lakunya sendiri. Orang mengembangkan standar pribadi berdasarkan standar sosial melalui interaksinya dengan orang tua, guru, dan teman sebayanya. Orang dapat mengganjar dan menghukum tingkah laku sendiri dengan menerima diri atau mengkritik diri. Penerimaan dan kritik diri ini sangat besar perannya dalam membimbing tingkah laku, sehingga tingkah laku orang menjadi tetap (konsisten), tidak terus menerus berubah akibat adanya perubahan sosial.
Dalam penelitian ditemukan, anak-anak yang diganjar dan dipuji untuk pencapaian yang relatif rendah akan tumbuh dan mengembangkan self-reward yang murah dibanding anak yang standar pencapaiannya tinggi. Begitu pula anak yang mengamati model yang diganjar pada standar pencapaian yang rendah akan menjadi orang dewasa yang murah dalam mengganjar diri sendiri dibanding anak yang mengamati model dengan standar ganjaran tinggi.


Daftar Pustaka


§Kaerulashraf . 2010 . Biodata Tokoh Albert Einstein . from:www.kaerulashraf90.blogspot.com


0 komentar:

Posting Komentar